Senin, 07 Juli 2008

Menyuarakan Yang Tak Bersuara



Yayasan Bina Mandiri Utama disingkat YABIMU adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat (non government organization) di tanah Papua yang boleh dibilang mengabadi cukup lama. Terobosannya sudah dan sedang dirasakan oleh masyarakat diwilayahnya. Salah satu program yang cukup trand sekarang adalah pengadaan mesin kopi untuk mengangkat Kopi Murni Moanemani yang memang sudah lama punah dari pasaran. Berikut kita ikuti visi dan misi yaitu Menuju Masyarakat Mandiri (3M) seperti yang terungkap pada perayaan 11 tahun YABIMU di Tanah Papua.

Awalnya yayasan ini berbentuk kelompok, di Parung Bogor, dengan memulai usaha peternakan ayam broiler. Menurut salah satu dewan pendiri, pada saat acara hari ulang tahun ke-11 yang diselenggarakan di Kantor Yabimu (5/5) lalu, jumlah ternak ayam melonjak sampai 25.000 ekor. Ini cukup berhasil dan Kelompok Bina Mandiri itu bisa mandiri, membiayai studinya tanpa dukungan orang lain. Walaupun sebelumnya, pemerintah RI menutup subsidi Belanda seperti CEBEMO dan IGGI lewat keuskupun tanpa alasan yang jelas.

Selanjutnya, kelompok kecil tadi itu bertekad mendirikan sebuah Yayasan dan diberi nama Yayasan Bina Mandiri Utama (YABIMU). Dengan motto, “kalau mau jadi besar – mulailah dari kecil” (ibookaine kipeko – tidee make keiti), boleh dibilang cukup berhasil. Kantor yang tadinya di Parung Bogor Jawa Barat itu, dibuka kantor pusatnya di tanah Papua, tepatnya di Jl Pipit Kaliharapan Nabire.

Sebagai lembaga yang bergerak dibidang ekonomi kerakyatan, usaha peternakan ayam dipusatkan di Nabire. Di belakang kantornya sempat dibangun kandang ayam dengan ukuran besar dan pernah panen beberapa kali. Untuk memperlancar, menajemen dirombak dengan didukung intelektual pribumi yang memang sudah lama berkecimpung dalam dunia swasta.

Menurut Direktur Yabimu, Ambrosius Degey SH, pada Haul ke 11 itu banyak rintangan tantangan yang dihadapi YABIMU dalam pengembangan ekonomi rakyat, termasuk beberapa bidang isu lain yang diemban sejak pindah dari Parung ke Nabire. Salah satunya yang mematikan usaha ternak adalah krisis monoter yang melanda Indonesia dan harga ternak pun melambung. Sementara itu, menurut Frans Tekege, mantan Direktur Eksekutif yang kini anggota legislatif Nabire, yang membuat YABIMU mandi keringat adalah kapal yang mengangkut pakan ternak dari Jawa ke Papua tenggelam di tengah jalan.

Pukulan yang paling berat, terakhir Kantor YABIMU hancur berantakan oleh dua kali gempa bumi maha dasyat yang melanda Nabire pada 6 Februari dan 26 November 2004 lalu. YABIMU harus luntang lantang mencari donator kiri kanan. Syukur ketemu Nurani Dunia, PPKM/CRP dan UNDP dan kantor YABIMU kembali berdiri megah, lebih megah dari kantor sebelumnya karena dua tingkat dan konstruksinya tahan gempa.

Gempa Nabire yang memporak-porandakan gedung-gedung di Nabire membuat YABIMU tidak tinggal diam. Melalui direktur baru, Ambrosius Degey, mulai melobi ke berbagai lembaga donor dan hasilnya, sejumlah gedung TK dan SD Islam, Protestan dan Katolik dibangun kembali. Ucapan syukur dari anak didik, orang tua murid mulai berdatangan, Yabimu pun mulai sedikit demi sedikit dikenal di kalangan masyarakat akar rumput hingga masyarakat yang sudah terlembaga, LSM.

Kegiatan semacam inilah yang selanjutnya lebih banyak diemban YABIMU dalam mengemban misinya – menuju masyarakat mandiri – sambil mencari prospek baru untuk kembali ke pekerjaan awalnya yaitu mengembangkan dibidang perekonomian.

Kata Ambros, lembaganya baru selesai melaksanakan Lokakarya bersama masyarakat Mapia untuk berusaha bangkit kembali mengangkat kopi Arabica pedalaman yang selama ini manisnya dikenal lewat kemasan Kopi Murni Moanemani. Prospek inilah yang selanjutnya akan diemban YABIMU dengan mengupayakan akses pasar dan akses lain yang bisa mendukung berkembangnya perekonomian rakyat pedalaman Papua.

Hasil lokakarya, ada sekitar 8 rekomendasi yang ditetapkan. Salah satunya ditujukan langsung kepada Ketua DPRD Kabupaten Nabire, Daniel Butu yang hadir langsung dalam lokakarya tersebut. Masyarakat Mapia dan Kamuu meminta agar dalam tahun anggaran ini juga dibangun jalan keliling Mapia dan jalan keliling Lembah Kamuu. Rekomendasi ini, pada Rakorbangda lalu, kemudian dalam sidang APBD kemarin, diperkuat oleh salah satu anggota DPRD asal Mapia, Natalis Kotouki, Daniel Mote, Dianus J Youw, Frans Tekege dan anggota dewan terhormat yang lain, sudah meng-gol-kan jalan keliling Dogiyai itu.

Menurut Ambros, sekitar 9 millyar akan diplotkan untuk survei dan pembukaan jalan darat. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, seperti yang diutarakan Pastor Nato Gobay yang hadir dalam evaluasi pada Haul 11 Yabimu itu; apakah dengan hadirnya jalan itu masyarakat pedalaman sudah siap atau akankah menguntungkan ‘pendatang’ yang nota bene sudah siap.

“Ini menjadi PR bagi YABIMU ke depan”, ujar Pastor Nato yang sudah cukup lama berjuang bagi HAM – Hak Asasi Manusia yang salah satunya adalah hak ekonomi rakyat kecil. Kata Pastor Nato, kalau YPPK atau YPK memang jelas arah perjuangan mereka di bidang pendidikan. YABIMU memang sejak awal sudah mulai dengan pengembangan ekonomi, maka, jangan lupa tolong rakyat pedalaman yang miskin papa, lugu dan gampang ditipu oleh mereka yang ingin menguasai tanah air dan harta moyang baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan.

Menyuarakan Yang Tak Bersuara

YABIMU setelah dihadang gempa dan krisis monoter telah jelas arah perjuarangan mereka. Ia mulai menggandeng LSM yang ada di Nabire, baik yang selama ini diperhatikan pemerintah daerah maupun yang tidak. Mereka menyatukan langkah bertanya kepada Pemda, mana bagian mereka dari OTSUS itu. Sebab membina – mendampingi – dan membangun rakyat kecil tidak hanya dilakukan oleh Pemda, tetapi yang lebih menyentuh dengan indikator yang jelas lebih banyak dilaksanakan LSM lokal. Hasil dari beberapa kali pertemuan itu, pemerintah kabupaten Nabire tidak tutup mata dan telah memberikan dukungan modal. Bahkan menurut Pastor Nato, dana-dana yang dibantu itu tidak sedikit.

Ini salah satu kelompok masyarakat yang tak bersuara, tetapi akhirnya bisa mendapat hak mereka sebagai warga OTSUS berkat jaringan yang dibangun YABIMU.

Kelompok tak bersuara lain adalah, kelompok koperasi yang ada di Mapia dan lembah Kamuu. Terakhir YABIMU memberi penguatan kepada KUD, KSP dan Usaha Mikro yang ada di Kabupaten Paniai. Rakyat Mapia mengaku, pendampingan yang dilakukan LSM YABIMU lebih bagus karena berkesinambungan. Dan memang itulah LSM. Pemerintah paling-paling kasih modal saja, tetapi untuk mengembangkan modal itu tanggung jawab kelompok. Disitulah dibutuhkan dibutuhkan peran LSM untuk mendampingi rakyat. Bagian inilah yang mesti dimengerti, daripada saling cemburu buta satu sama lain.

Kelompok masyarakat yang selama ini tak bersuara adalah kelompok ibu-ibu. Bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga, paling dibungkus mati dalam rumah, istri atau suami menjadi korban kekerasan. Karena itu pula YABIMU memberi keprihatian kepada mereka, terutama ibu-ibu yang ada di pedalaman Paniai. Di bidang demokratisasi dan dan pemberdayaan masyarakat sipil, Yabimu ikut memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Advokasi untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa, membangun sistem perencanaan dan pengawasan pembangunan secara partisipatif serta pembinaan generasi muda melalui berbagai kegiatan pengembangan potensi diri.

Bicara soal kaderisasi generasi muda, YABIMU adalah salah satu pentolan di tanah Papua yang mengkaderkan banyak pemimpin di tanah Papua. Ada yang menjadi Ketua DPRD, anggota DPR, camat, polisi, wartawan, guru, PPL, karyawan Freeport, dan bahkan ada yang sudah menjadi bupati.

Dalam evaluasi bersama stakeholder pada HAUL YABIMU yang ke-11 itu, terungkap bahwa, YABIMU memang tidak punya modal abadi. Kader-kader YABIMU pun seakan tak bersuara menyuarakan yang biasa bersuara itu.